Tanaman terong dan cabai adalah anggota keluarga
Solanaceae yang populer dan sering ditemui di berbagai negara di seluruh dunia.
Meskipun memiliki kegunaan dan penampilan yang berbeda, keduanya termasuk dalam
taksonomi yang sama. Dalam artikel ini, kita akan mengenal lebih jauh tentang terong
dan cabai serta berbagai macam penyakit tanaman yang sering menyerang keduanya.
Keluarga Solanaceae, juga dikenal sebagai keluarga
Solanum, adalah keluarga tumbuhan berbunga yang terdiri dari lebih dari 90
genus dan ribuan spesies. Terong (Solanum melongena) dan cabai (Capsicum
annuum) adalah dua anggota keluarga ini yang paling umum ditemui dan
dikonsumsi.
Terong adalah tanaman yang berasal dari Asia Selatan
dan telah menjadi bagian penting dari berbagai masakan di seluruh dunia.
Tanaman ini memiliki batang yang tegak, daun-daun yang lebar, dan buah
berbentuk bulat, oval, atau lonjong yang bervariasi dalam ukuran dan warna.
Terong dapat memiliki warna ungu, hijau, atau putih, tergantung pada
varietasnya. Beberapa varietas terong terkenal antara lain terong ungu, terong
jepang, dan terong hijau.
Cabai, di sisi lain, adalah tanaman yang berasal
dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Tanaman ini memiliki batang yang tegak
atau merambat, daun-daun yang kecil, dan buah yang umumnya berbentuk kerucut
atau silindris. Cabai tersedia dalam berbagai variasi warna, seperti merah,
kuning, hijau, oranye, dan bahkan ungu. Beberapa varietas cabai yang terkenal
termasuk cabai rawit, cabai merah besar, cabai jalapeno, dan cabai habanero.
Secara taksonomi, terong dan cabai memiliki
klasifikasi yang mirip. Berikut adalah taksonomi umum untuk kedua tanaman
tersebut
- Kerajaan : Plantae (Tumbuhan)
- Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
- Kelas : Magnoliopsida (Dicotyledoneae)
- Ordo : Solanales
- Famili : Solanaceae (Keluarga Solanum)
- Genus : Solanum (Terong)
- Genus : Capsicum (Cabai)
- Spesies : Solanum melongena (Terong)
- Spesies : Capsicum annuum (Cabai)
Meskipun terong dan cabai memiliki taksonomi yang
mirip, perbedaan terbesar antara keduanya terletak pada jenis buah yang
dihasilkan. Terong menghasilkan buah berdaging, sedangkan cabai menghasilkan
buah berisi biji-bijian yang pedas. Ini karena terong termasuk dalam kelompok
buah-buahan botani, sedangkan cabai termasuk dalam kelompok sayuran yang biasa
digunakan sebagai bumbu atau bahan makanan.
Terong dan cabai memiliki sejarah panjang dalam
penggunaan manusia. Mereka telah digunakan dalam berbagai hidangan, mulai dari
kari, tumis, sup, hingga hidangan penutup. Selain itu, terong dan cabai juga memiliki
manfaat kesehatan yang signifikan. Terong mengandung serat, vitamin, dan
mineral, sementara cabai mengandung senyawa capsaicin yang dapat membantu
meningkatkan metabolisme dan meredakan rasa sakit.
Penyakit yang Menyerang Tanaman Cabai dan Terong
1. Bercak Daun (Cercospora capsici Heald et Wolf)
Penyebab Penyakit Bercak Daun
Bercak daun adalah penyakit yang umum terjadi pada
cabai, terutama pada cabai merah (Capsicum
annuum). Penyakit ini disebabkan oleh Cercospora
sp., sejenis jamur patogen. Penyakit ini sering dijumpai di daerah dataran
tinggi dan dianggap sebagai penyakit yang penting, terutama pada tanaman
paprika. Namun, bercak daun juga ditemukan di daerah dataran rendah, termasuk
di daerah transmigrasi Lampung. Penyebaran penyakit ini tidak terbatas hanya di
Indonesia, tetapi juga di negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia,
Thailand, dan Filipina. Meskipun penyakit ini tersebar luas, secara umum,
dampaknya tidak dianggap sebagai ancaman serius bagi tanaman cabai.
Gejala Penyakit Bercak Daun
Tanaman yang terinfeksi akan menunjukkan gejala
berupa bercak cokelat kehitaman pada permukaan daun, yang dapat menyebabkan
daun menjadi layu dan kering. Daun tanaman akan mengalami keberadaan
bercak-bercak kecil dan basah saat terinfeksi penyakit ini. Bercak tersebut
dapat meluas dengan ukuran garis tengah mencapai 0,5 cm atau lebih, dengan
pusat yang berwarna pucat hingga putih dan tepi yang lebih gelap. Bercak yang
sudah tua mungkin akan berlubang. Pada paprika, terlihat bahwa bercak memiliki
pola jalur-jalur yang berpusat, yang lebih jelas terlihat pada permukaan atas
daun. Jika daun terdapat banyak bercak, maka daun akan dengan cepat menguning
dan gugur, atau bahkan gugur tanpa menguning terlebih dahulu. Bercak ini juga
sering ditemukan pada batang, tangkai daun, dan tangkai buah, tetapi sangat
jarang terjadi pada buah itu sendiri.
Baca juga : 7 Jenis hama utama tanaman cabai.
Pengendalian Penyakit Bercak Daun
Untuk mengendalikan penyakit ini, ada beberapa
metode yang dapat dilakukan. Salah satunya adalah dengan cara manual, yaitu
menggunakan benih yang berkualitas dan menjaga sanitasi lahan dengan baik. Hal
ini melibatkan pemilihan benih yang bebas dari infeksi penyakit dan
membersihkan lahan dari sisa-sisa tanaman yang terinfeksi. Selain itu,
pengendalian dapat dilakukan secara kimiawi dengan menggunakan fungisida yang
sesuai dengan dosis yang direkomendasikan, yang akan membantu dalam membasmi
jamur penyebab penyakit ini. Fungisida yang dapat digunakan antara lain
fungisida berbahan aktif tembaga. Selain itu dapat juga menggunakan fungisida
Antracol (Propineb), walau tidah mengendalikan secara langsung namun mampu
menghindarkan tanaman dari serangan bercak daun dan mampu meningkatkan produksi
tanaman menjadi lebih tinggi.
2. Antraknosa (Gloesporium melongena)
Penyebab Penyakit Antraknosa
Penyakit antraknosa disebabkan oleh jamur Gloesporium melongena. Penyakit
antraknosa pada cabai besar telah menyebar secara luas di berbagai daerah di
seluruh dunia, di mana cabai ditanam. Di beberapa negara, penyakit ini dianggap
terdiri dari dua penyakit berbeda yang disebabkan oleh dua jamur yang berbeda. Penyakit
Gloeosporium dikenal sebagai
antraknosa, sementara yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum disebut "busuk matang" atau dalam bahasa
Inggris disebut "ripe rot".
Gejala Penyakit Antraknosa
Tanaman yang terinfeksi akan menunjukkan gejala
berupa bercak coklat kehitaman pada permukaan daun, selain itu daun juga akan
mengalami keriting dan menggulung. Gloeosporium
piperatum adalah jamur yang dapat menyerang buah cabai dalam keadaan masih
hijau, dan juga dapat menyebabkan kondisi mati ujung pada tanaman (die back).
Gejala yang disebabkan oleh Gloeosporium
piperatum awalnya berupa bintik-bintik kecil berwarna kehitaman dengan tepi
yang berlekuk, terutama pada buah yang masih hijau atau sudah matang. Bintik-bintik
ini kemudian membesar dan memanjang dengan tepi yang berwarna kuning. Bagian
tengah bintik menjadi semakin gelap. Pada kondisi cuaca yang lembab, jamur ini
membentuk struktur reproduksi yang disebut badan buah (aservulus) dalam pola
lingkaran-lingkaran berpusat, yang menghasilkan massa spora berwarna merah
jambu yang disebut konidium. Penyakit ini dapat terus berkembang saat buah
cabai disimpan atau diangkut. Gloeosporium
piperatum juga dapat menyerang daun dan batang tanaman tanpa menyebabkan
kerugian yang signifikan. Namun, dari sini, jamur ini dapat menyerang buah di
kemudian hari.
Baca Juga
Pengendalian Penyakit Antraknosa
Untuk mengendalikan penyakit ini, ada beberapa
metode yang dapat dilakukan. Salah satunya adalah dengan cara manual, yaitu
dengan menjaga kebersihan lahan, seperti membersihkan sisa-sisa tanaman yang
terinfeksi dan menjaga kelembaban yang seimbang. Selain itu, pengendalian dapat
dilakukan dengan menggunakan benih yang tahan terhadap penyakit ini. Selain
itu, penggunaan fungisida juga bisa dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini,
dengan melakukan penyemprotan sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Macam-macam fungisida
dapat dipakai untuk keperluan ini, antara lain Antracol (propineb), Velimek
(maneb dan zineb), Delsene MX-200 (karbendazim dan mankozeb), Benlate dan
Manzate (benomyl dan maneb), Ditha- ne M-45 (mankozeb), Dithane Z-78 (zineb),
dan fungisida tembaga.
3. Busuk Buah (Phytophthora Spp)
Penyebab Penyakit Busuk Buah
Penyakit busuk buah disebabkan oleh jamur Phytophthora sp. Di Jawa, terkadang
cabai mengalami kerusakan buah yang disebabkan oleh jamur Phytophthora.
Sedangkan pada terung, penyakit serupa juga dapat ditemukan di Sumatera.
Penyakit busuk buah yang disebabkan oleh Phytophthora tersebar di berbagai
negara penanam cabai dan terung, termasuk Indonesia. Selain itu, Malaysia juga
merupakan salah satu negara di mana penyakit ini dapat ditemukan. Menurut
Reitsma dan Slooff (1947) buah terung yang terseang penyakit ini disebabkan
oleh dua spesies Phytophthora, yaitu Phytophthora nicotianae B. de Haan var. parasitica (Dast.)
Waterh. (Ph. parasitica Dast.) dan Ph. palmivora Butl. Sedangka, Menurut
Anon. (1988) Phytophthora yang menyebabkan
busuk buah pada tanaman cabai adalah Phytophthora
capsici Leonian.
Gejala Penyakit Busuk Buah
Ketika buah terinfeksi penyakit ini, akan terbentuk
bercak berwarna cokelat kehitaman pada buah dan kemudian buah akan membusuk dan
mudah jatuh. Pada buah cabai, awalnya terjadi bercak kecil yang basah dan
berwarna hijau suram, yang dengan cepat meluas dan menutupi seluruh buah. Buah
kemudian mengering dengan cepat dan menjadi mummi. Biji juga terpengaruh,
berubah menjadi coklat dan keriput. Pada buah terung, awalnya terbentuk bercak
yang basah dengan garis tengah sekitar 0,5 cm. Bercak tersebut kemudian meluas
dengan cepat sepanjang sumbu panjang, membuatnya berbentuk memanjang. Pada
jenis terung yang berbentuk bulat dan berwarna ungu, bercak tetap berbentuk
bulat dan memiliki warna yang lebih gelap. Bagian dalam buah mengalami
perubahan warna, menjadi basah dan membentuk batas coklat yang tidak teratur.
Akhirnya, buah terlepas dari kelopaknya dan menjadi busuk secara keseluruhan.
Pengendalian Penyakit Busuk Buah
Untuk mengendalikan penyakit ini, ada beberapa
metode yang dapat dilakukan. Salah satunya adalah dengan cara manual, yaitu
dengan memetik dan membuang buah yang telah terinfeksi atau membusuk. Hal ini
penting untuk mencegah penyebaran penyakit ke buah-buah yang sehat. Selain itu,
pengendalian dapat dilakukan secara kimiawi dengan menggunakan fungisida yang
sesuai dengan anjuran, melalui penyemprotan pada tanaman sesuai dengan dosis
yang dianjurkan untuk menghambat pertumbuhan jamur penyebab penyakit ini.
Fungisida yang dapat digunakan antara lain fungisida tembaga atau karbamat,
misalnya Dithane M-45 (mankozeb).
4. Layu Bakteri (Pseudomonas solanacearum (E.F. Sm.) E.F. Sm.)
Penyebab Penyakit Layu Bakteri
Penyakit layu bakteri disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum. Penyakit layu bakteri,
yang banyak mengganggu tanaman kentang dan tomat, juga sering terdapat pada
cabai dan terung, meskipun kerugian yang disebabkannya tidak sebesar pada kedua
tanaman kentang dan tomat.
Gejala Penyakit Layu Bakteri
Tanda-tanda awal serangan bakteri Pseudomonas solanacearum dapat terlihat
ketika bagian tanaman tiba-tiba mengalami kelayuan. Awalnya, bakteri ini tidak
menyebabkan kekuningan seluruh tanaman cabai, tetapi hanya beberapa bagian
seperti pucuk daun, tunas, atau daun yang sudah tua. Secara bertahap, tanaman
cabai akan mengalami kekuningan secara keseluruhan dan pada akhirnya mati.
Tanaman yang terinfeksi Pseudomonas
solanacearum tetap mengalami kekuningan baik di malam hari maupun siang
hari. Gejala yang terjadi pada akar tanaman cabai relatif serupa dengan
serangan jamur Fusarium oxysporum,
yaitu akar yang membusuk dan berwarna kecoklatan. Serangan bakteri parasit ini
sering terjadi saat musim hujan dengan kondisi tanah yang lembab dan tergenang
air.
Pengendalian Penyakit Layu Bakteri
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan
cara melakukan sanitasi lahan atau juga dengan melakukan penyemprotan
bakterisida sesuai dengan anjuran. Selain itu, pemasangan mulsa plastic juga
mampu mengurangi resiko tanaman terkena layu bakteri. Menurut Rochani (1987)
populasi bakteri dalam tanah dapat dikurangi dengan solarisasi tanah, yaitu
dengan menutup tanah yang terinfestasi P. solanacearum memakai lembaran plastik
transparan selama 1 bulan. Dengan cara ini suhu tanah sampai sedalam 30 cm
dapat dinaikkan 6-9 0C. Populasi bakteri pada kedalaman 10, 20, dan
30 cm berturut-turut dapat ditekan menjadi 3, 32, dan 60%.
5. Mozaik (Virus)
Penyebab Penyakit Mozaik
Tanaman cabai, sering mengalami serangan mosaik yang
dapat menyebabkan kerugian yang signifikan. Survei yang dilakukan oleh Suhardi
(1988) menunjukkan bahwa penyakit virus ditemukan pada semua pertanaman cabai
dan terung di daerah dataran rendah. Gejala mosaik ini dapat disebabkan oleh
beberapa jenis virus yang sering menyerang tanaman secara bersamaan. Pada
cabai, virus yang paling umum adalah virus mosaik ketimun (Cucumber mosaic virus, CMV), virus betok tembakau (Tobacco Etch Virus, TEV), virus ratel
tembakau (Tobacco Rattle Virus), dan
virus A kentang (Potato Virus A,
PVA). Kadang-kadang juga dapat ditemukan virus Y kentang (Potato Virus Y, PVY), virus M kentang (Potato Virus M, PVM), dan virus bercak cincin tomat (Tomato Ring Spot Virus, TRSV). Pada
tanaman terung, penyakit virus utamanya disebabkan oleh virus ratel tembakau (Tobacco Rattle Virus, TRV). Selain itu,
terdapat juga virus mosaik ketimun (Cucumber
Mosaic Virus, CMV), virus becak cincin tomat (Tomato Ringspot Virus, TRSV), dan tomato bushy stunt virus (TBSV).
Virus mosaik ketimun dapat ditularkan secara mekanis
dengan gosokan, maupun oleh kutu daun. Para pekerja yang menangani semai-semai juga
dapat menularkan virus ke banyak tanaman. Virus juga mungkin terdapat di dalam
banyak tumbuhan, termasuk gulma di sekeliling pertanaman cabai. Virus ratel tembakau
mudah ditularkan secara meekanis, dan oleh cacing-cacing akar (nematoda parasitik). yang termasuk marga
(genus) Trichodorus. Sedang virus
betok tembakau (Tobacco Etch Virus)
dapat ditularkan secara mekanis, dan oleh beberapa spesies kutu daun.
Gejala Penyakit Mozaik
Gejala infeksi virus mosaik ketimun pada tanaman
cabai mula-mula tampak sebagai menguningnya tulang-tulang daun, atau terjadinya
jalur kuning sepanjang tulang daun. Daun menjadi belang hijau muda dan hijau
tua. Daun menjadi lebih kecil dan sempit daripada biasa. Jika tanaman
terinfeksi pada waktu masih sangat muda, tanaman terhambat pertumbuhannya dan
kerdil. Tanaman sakit menghasilkan buah yang kecil-kecil dan sering tampak
berjerawat.
Pengendalian Penyakit Mozaik
Penyakit ini dapat dikendalikan melalui beberapa
tindakan yang efektif. Pertama, penting untuk memberantas gulma, terutama yang
termasuk dalam keluarga Solanaceae seperti tanaman terung-terungan. Hal ini
akan membantu mengurangi sumber infeksi dan penyebaran penyakit. Kedua,
perlakukan bibit dengan hati-hati dan pastikan tangan telah dicuci dengan sabun
atau deterjen sebelum menangani bibit. Tindakan ini akan membantu mencegah
penularan virus melalui kontaminasi. Ketiga, jika tanaman menunjukkan gejala penyakit,
segera cabut tanaman tersebut untuk mencegah penyebaran lebih lanjut.
Hingga saat ini, belum ada varietas cabai yang
memiliki ketahanan terhadap virus mosaik ketimun. Namun, pengamatan di lapangan
menunjukkan bahwa ada beberapa kultivar cabai yang memiliki toleransi terhadap
virus utama yang menyerang cabai, seperti Tit di Brebes, dan Panda serta Rawit
Putih di Malang. Terdapat harapan bahwa virus mosaik ketimun (CMV) dapat
dikendalikan dengan menggunakan satelit virus yang dikenal sebagai CMV Associated
RNA 5 atau CARNA 5.
6. Layu Fusarium
Penyebab Layu Fusarium
Selain layu karena bakteri (Pseudomonas solanacearum), pada cabai terdapat penyakit layu yang
disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum
Schlecht., sedang pada terung oleh Fusarium
oxysporum f.sp. melongenae Matuo et Ishigami. Penyakit ini menjadi ancaman
serius karena tidak ada pengobatan atau penyembuhan yang efektif setelah
tanaman terinfeksi. Serangan layu fusarium dapat menghancurkan seluruh tanaman
dan menyebabkan gagal panen. Penyakit ini dapat terjadi kapan saja, baik di
musim kemarau maupun musim hujan. Serangan yang parah biasanya terjadi saat
musim hujan dengan kelembaban yang tinggi, karena kondisi tersebut memungkinkan
jamur Fusarium oxysporum untuk
berkembang dan menyebar dengan mudah. Penyebaran jamur ini dibantu oleh air,
peralatan pertanian, dan manusia. Pertumbuhan spora jamur Fusarium oxysporum mengganggu pasokan air ke tanaman, menyebabkan
layu dan akhirnya kematian perlahan. Penyakit layu fusarium dapat menyerang
mulai dari fase bibit hingga tanaman yang sudah berproduksi.
Gejala Layu Fusarium
Gejala yang terlihat pada fase bibit adalah kelayuan
dan kematian tiba-tiba pada pucuk tanaman. Pada tanaman muda dan dewasa, gejala
serangan layu fusarium ditandai dengan tanaman cabai yang layu pada siang hari
dan terlihat segar kembali pada sore hari. Fenomena ini berlangsung sekitar
tujuh hari sebelum akhirnya tanaman cabai mengering dan mati. Jika tanaman
dicabut, akar akan terlihat berwarna kecoklatan dan membusuk. Jika batang
dipotong melintang, terlihat lingkaran coklat kehitaman yang menunjukkan
kerusakan dan pembusukan pada pembuluh pengangkut. Jamur berada di dalam
pembuluh kayu dan menyebabkan jaringan ini berwarna coklat. Berbeda dengan pada
layu bakteri, di sini batang tidak mengeluarkan lendir bila dipotong. Selain
itu pada layu bakteri sering terjadi pembusukan pada empulur.
Pengendalian Layu Fusarium
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan
layu fusarium antara lain: (a) Melakukan pengolahan lahan yang baik, (b)
Menjaga sanitasi lahan dengan baik, (c) Menggunakan benih yang tahan terhadap
fusarium, (d) Menggunakan mulsa plastik, (e) Membuang tanaman yang terinfeksi,
(f) Menerapkan aplikasi trichoderma, dan (g) Meskipun tidak ada bahan aktif
yang sepenuhnya efektif dalam mengatasi layu fusarium, dapat dicoba menggunakan
fungisida dengan bahan aktif benomil atau metalaksil.
7. Rebah Semai
Rebah semai (damping-off) sering terjadi di pesemaian cabai maupun terung. Biji dapat membusuk di dalam tanah, atau semai-semai dapat mati sebelum muncul ke permukaan tanah. Batang semai (bibit) muda yang masih lunak terserang pada pangkalnya, menjadi kebasah-basahan, mengerut, sehingga semai roboh dan mati. Penyakit disebabkan oleh jamur-jamur yang umum terdapat dalam tanah, terutama Rhizoctonia solani Kuhn (Thanatephorus cucumeris (Frank) Donk) dan Pythium spp. Rhizoctonia solani sering mempunyai miselium seperti sarang labah-labah di permukaan tanah, yang terlihat jelas pada waktu pagi karena adanya tetes-tetes embun yang bergantungan. Penyebab rebah semai adalah jamur-jamur yang polifag, yang dapat menyerang semai dari bermacam-macam tanaman. Untuk mengendalikannya harus diusahakari agar tanah pesemaian tidak terlalu lembab.
Demikianlah sedikit ulasan terkait beberapa penyakit utama yang sering menyerang tanaman cabai dan terong. semoga dengan sedikit ulasan ini bisa membantu para pembaca semua. Jangan lupa share artikel ini agar informasi ini dapat bermanfaat bagi lebih banyak orang lagi. Salam tani.