Karakteristik Tanaman Cabai Rawit
Cabai rawit, yang memiliki nama latin Capsicum frutescens, adalah
jenis cabai yang memiliki buah berwarna hijau dan berubah menjadi merah saat
matang. Terdapat dua varietas utama cabai rawit, yaitu rawit hijau dan rawit
merah. Rawit hijau biasanya dikonsumsi bersama dengan makanan gorengan,
sedangkan rawit merah digunakan sebagai bumbu masakan. Persilangan antara
varietas cabai rawit merah dan hijau dapat menghasilkan varietas cabai rawit
putih yang memiliki warna yang lebih pucat. Selain itu, ada juga persilangan
cabai rawit yang menghasilkan cabai rawit berwarna ungu, yang biasanya
digunakan sebagai tanaman hias, tetapi tetap bisa dikonsumsi. Tanaman cabai
rawit ini relatif mudah dirawat, dan dapat dipanen sekitar 3-4 bulan setelah
menanamnya, tergantung pada varietas, suhu, dan nutrisi yang diberikan.
Baca Juga : Pengelompokan Tanaman Hortikultura
Cabai rawit mengandung berbagai gizi dan vitamin penting, seperti
kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, B1, dan C, serta air.
Selain itu, cabai rawit juga mengandung enzim L-Asparaginase dan zat bioaktif
kapsaisin, yang memiliki efek anti kanker. Di Indonesia, cabai menjadi bumbu
utama dalam berbagai masakan nusantara, sehingga permintaan cabai semakin
meningkat. Selain digunakan sebagai bumbu, cabai rawit juga diketahui dapat
meningkatkan selera makan beberapa orang (Rusman dkk., 2018).
Related Posts
Cabai rawit termasuk dalam kelompok tanaman perdu dengan ketinggian
antara 50 hingga 135 cm. Tanaman ini tumbuh secara tegak lurus, dan akarnya
umumnya terletak dekat permukaan tanah dengan perluasan sekitar 30-50 cm secara
vertikal. Cabai rawit memiliki akar tunggang dengan sistem perakaran yang
sedikit menjalar. Akar cabang tumbuh secara horizontal di dalam tanah,
membentuk akar serabut yang rapat (Paul dan Eric, 2012).
Batang cabai rawit tumbuh tegak, kaku, dan tidak memiliki trikoma.
Batang ini berfungsi sebagai tempat tumbuhnya cabang, tunas, daun, bunga, dan
buah. Kulit batangnya dapat berwarna hijau pada tahap pertumbuhan awal, dan
berubah menjadi hijau kecoklatan saat memasuki tahap penuaan dengan banyaknya
cabang. Panjang batang berkisar antara 30 hingga 40 cm, dengan diameter 1
hingga 2 cm. Setiap tanaman cabai rawit biasanya memiliki 7 hingga 15 cabang
(Bastian, 2016).
Baca Juga : Teknik Budidaya Tanaman Cabai Rawit
Cabai rawit memiliki daun tunggal berwarna hijau muda hingga hijau
gelap dengan bentuk bulat telur, lonjong, atau oval. Daun tersebut memiliki
tulang menyirip dan permukaan bawah yang berbulu. Bunga cabai termasuk kedalam
bunga hermaprodit yang terdiri dari kelamin jantan dan betina, tumbuh dalam
tandan dengan warna bermacam-macam, seperti putih, putih kehijauan, dan ungu.
Buah cabai rawit memiliki variasi bentuk mulai dari pendek dan bulat hingga
panjang dan langsing, berubah warna dari hijau menjadi merah tua saat matang.
Daging buahnya lunak dan pedas, sedangkan bijinya berwarna kuning padi dan
terdapat di dalam buah yang menempel pada plasenta (Alif, 2017).
Syarat Tumbuh Tanaman Cabai
Pertumbuhan tanaman cabai rawit dipengaruhi oleh berbagai faktor,
baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor eksternal yang
mempengaruhi pertumbuhan tanaman cabai rawit antara lain kelembaban, suhu,
cahaya matahari, air tanah, pH tanah dan sebagainya yang akan mempengaruhi
kesuburan tanah. Tanah yang ideal untuk pertumbuhan cabai rawit adalah yang
kaya akan bahan organik, memiliki pH antara 6-7, dan tekstur yang remah.
Tanaman ini dapat tumbuh baik di lahan basah (sawah) maupun lahan kering
(tegalan). Ketinggian optimal untuk penanaman cabai rawit adalah hingga 900
meter di atas permukaan laut.
Suhu juga mempengaruhi pertumbuhan cabai. Suhu ideal untuk budidaya
cabai adalah antara 24-28 oC. Suhu yang terlalu rendah (di bawah 15 oC)
atau terlalu tinggi (di atas 32 oC) dapat menghambat pertumbuhan dan
menghasilkan buah yang kurang baik. Tanaman cabai juga membutuhkan penyinaran
penuh, sehingga kekurangan sinar matahari dapat mengganggu pertumbuhannya. Curah
hujan yang diinginkan untuk pertumbuhan cabai rawit adalah 800-2000 mm per
tahun. Kelembaban tanaman yang optimal adalah sekitar 80%. Tanaman ini juga
membutuhkan angin yang lembut, karena angin membantu menyediakan gas CO2
yang diperlukan. Tanah dengan lereng yang ideal untuk cabai adalah antara
0-100. Cabai rawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, mulai dari berpasir
hingga liat, asalkan tanah tersebut memiliki banyak bahan organik, tekstur
remah, tidak terlalu liat, dan tidak terlalu becek. pH tanah yang sesuai untuk
pertumbuhan cabai adalah antara 5,5-6,8, dengan pH optimum sekitar 6-6,5 (Alif,
2017). Dengan demikian, tanah yang subur, iklim hangat dengan suhu dan curah
hujan yang tepat, serta sinar matahari yang cukup, merupakan faktor penting
yang berkontribusi pada pertumbuhan dan keberhasilan penanaman cabai rawit.
Sumber
Alif, S. M. (2017). Kiat Sukses Budidaya Cabai Rawit.
Bio Genesis.
Bastian. (2016). Identifikasi Karakter Beberapa Varietas
Cabai (Capsicum Annuum L.) Introduksi di Rumah Kaca. Universitas Lampung:
Lampung.
Lawrence, G. H. M. (2017). Taxonomy of vascular plants.
Scientific Publishers.
Paul, W. B., dan Eric, J. V. (2012). Peppers : Vegetable And Spice Capsicums (2 ed.).
Rusman, I. W., Suniti, N. W., Sumiartha, I. K., Sudiarta, I.
P., Wirya, G., dan Utama, I. M. S. (2018). Pengaruh penggunaan beberapa paket
teknologi terhadap perkembangan penyakit layu Fusarium pada tanaman cabai rawit
(Capsicum frutescens L.) dan cabai besar (Capsicum annuum L.) di dataran
tinggi. Jurnal Agroteknologi Tropika, 7(3), 354–362.