Rumah Tani - Purwokerto, Profesor Totok Agung Dwi Haryanto, seorang ahli pertanian dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, mengeluarkan peringatan serius tentang ancaman krisis pangan yang diakibatkan oleh perubahan iklim. Prof. Totok Agung Dwi Haryanto, yang dikenal sebagai salah satu pakar pertanian terkemuka di Indonesia, mendesak semua pihak untuk bersatu dalam menghadapi dampak perubahan iklim terhadap ketersediaan pangan.
" Masalah pangan, bersama dengan permasalahan terkait pasokan air, diperkirakan akan terus mendominasi isu-isu global dalam kurun waktu 100 tahun ke depan. Di samping itu, perhatian juga akan tertuju pada permasalahan energi sebagai masalah yang kedua dalam hierarki prioritas global." kata Prof. Totok Agung Dwi Haryanto dalam wawancara di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pada hari Senin.
Menurutnya, permasalahan pangan adalah salah satu masalah terpenting yang selalu harus menjadi fokus perhatian setiap negara di dunia. Hal ini dilakukan untuk menjaga keberlangsungan dan keberlanjutan suatu bangsa. Saat ini, situasi pangan semakin meruncing akibat adanya ancaman musim kemarau yang panjang, disebabkan oleh fenomena El Nino. Prof. Totok Agung Dwi Haryanto menyatakan keprihatinannya atas peningkatan risiko kegagalan panen yang disebabkan oleh kekeringan yang semakin meluas.
" Oleh karena itu, masing-masing negara harus mengembangkan rencana yang kokoh dan berkelanjutan untuk mengatasi potensi krisis pangan." ungkap Guru Besar Fakultas Pertanian Unsoed tersebut. Ia menekankan bahwa beberapa negara sudah mulai mengambil langkah-langkah, termasuk dengan membatasi atau bahkan menghentikan ekspor komoditas pangan.
Baca Juga
Prof. Totok Agung Dwi Haryanto mengingatkan bahwa hal ini adalah ancaman serius, terutama bagi negara-negara seperti Indonesia, yang selama ini telah mengandalkan impor pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. " Itulah sebabnya, Indonesia perlu dengan sungguh-sungguh melakukan tindakan preventif untuk menghadapi risiko tersebut, termasuk di antaranya adalah peningkatan infrastruktur irigasi yang telah ada." jelasnya.
Saluran irigasi yang rusak mengakibatkan terhambatnya distribusi air, sehingga petani menghadapi kesulitan untuk mengairi lahan pertanian mereka. Prof. Totok Agung Dwi Haryanto menyarankan agar perbaikan saluran irigasi menjadi prioritas, sehingga jangkauan air irigasi dapat semakin meluas dan efisien.
Selain itu, dalam upaya menghadapi krisis pangan, langkah-langkah antisipasi lainnya melibatkan pembuatan sumur-sumur pantek di lokasi yang memungkinkan. Hal ini bertujuan untuk memastikan pasokan air yang memadai pada lahan-lahan pertanian yang biasanya mendapatkan air irigasi, namun kini mengalami kekeringan.
" Sebagai tambahan, penting juga untuk mencari dan mengupayakan perkembangan jenis tanaman yang memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap kondisi kekeringan." kata Prof. Totok Agung Dwi Haryanto. Ahli pertanian ini telah menghasilkan sejumlah penelitian yang mengarah kepada pemilihan tanaman yang lebih tahan terhadap perubahan iklim.
Selain tindakan di tingkat sistem pertanian, Prof. Totok Agung Dwi Haryanto juga mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam meningkatkan ketersediaan pangan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menanam berbagai jenis tanaman di sekitar rumah menggunakan pot, polybag, dan metode hidroponik.
"Budaya lumbung pangan juga perlu dihidupkan kembali. Petani harus mulai menyimpan sebagian hasil panen mereka sebagai persediaan untuk masa panen berikutnya," kata Prof. Totok Agung Dwi Haryanto. Ia mengakui bahwa budaya ini sudah banyak ditinggalkan oleh petani yang tergoda oleh harga gabah yang tinggi, sehingga lebih memilih menjual seluruh hasil panen.
" Tetapi, pada titik akhirnya, petani justru harus membeli beras dengan harga yang lebih tinggi daripada harga gabah yang mereka jual. Oleh sebab itu, tindakan bijak adalah menyimpan sebagian hasil panen gabah sebagai cadangan pangan mereka." tambahnya.
Prof. Totok Agung Dwi Haryanto juga memberikan saran kepada pemerintah untuk memastikan ketersediaan benih-benih tanaman yang dibutuhkan oleh petani. Hal ini akan memungkinkan para petani untuk segera melakukan penanaman ketika turun hujan. Pemerintah juga perlu mempermudah akses petani untuk mendapatkan pupuk subsidi dan memberikan bimbingan kepada masyarakat dalam mencari alternatif pangan selain yang biasa dikonsumsi.
"Inilah beberapa langkah taktis yang harus dilakukan segera dalam situasi saat ini. Namun, untuk jangka panjang, kita harus mengembangkan strategi sistem yang lebih solid." kata Prof. Totok Agung Dwi Haryanto.
Strategi jangka panjang tersebut, menurutnya, mencakup perencanaan tata kelola perbenihan, tata kelola tanah, dan tata kelola air yang komprehensif. Hal ini harus dilakukan untuk mencapai tujuan akhir, yaitu kedaulatan pangan. Prof. Totok Agung Dwi Haryanto berharap bahwa dengan upaya bersama dan perencanaan yang matang, Indonesia akan mampu mengatasi ancaman krisis pangan yang diakibatkan oleh perubahan iklim dan menjaga ketersediaan pangan bagi seluruh masyarakatnya.