Teknologi VHT – Hortikultura, atau yang dikenal juga sebagai tanaman kebun tropis, memiliki potensi besar dalam mendulang keuntungan di pasar global. Namun, proses ekspornya sering kali terkendala oleh serangan hama lalat buah (fruit fly) dari famili Tephritidae. Untuk mengatasi tantangan ini, teknologi Vapor Heat Treatment (VHT) menjadi solusi yang menjanjikan dari segi teknologi karantina.
Profesor Rokhani, seorang pakar teknik pascapanen dari IPB University, mendorong penggunaan teknologi VHT sebagai solusi untuk memenuhi persyaratan karantina dalam perdagangan global hortikultura. Persyaratan karantina ini umumnya diberlakukan di negara-negara tujuan ekspor. Menurut beliau, VHT merupakan perlakuan panas yang digunakan untuk mematikan larva dan telur lalat buah selama masa karantina. Keunggulan utama dari metode ini adalah tidak merusak hasil tanaman, terutama buah, seperti halnya teknologi karantina lainnya seperti fumigasi kimia, iradiasi, dan perlakuan dingin.
Baca Juga : Generasi Muda Indonesia Dimotivasi Menjadi Duta Pertanian Muda 2024
“Dibandingkan dengan metode lainnya, perlakuan panas ini lebih baik karena tidak merusak kualitas buah dan tidak menimbulkan kekhawatiran terhadap residu kimia,” ungkap Profesor Rokhani dalam Konferensi Pers Pra Orasi Ilmiah Guru Besar secara daring, yang dikutip dari laman resmi IPB University pada Rabu (31/1/2024).
Beliau menambahkan, “Oleh karena itu, dalam penerapannya, teknologi VHT perlu diteliti secara fruit by fruit, yang berarti setiap jenis buah membutuhkan penelitian dan perlakuan yang spesifik.”
Penelitian mengenai Teknologi VHT untuk Meningkatkan Ekspor Tanaman Kebun
Penelitian mengenai teknologi VHT telah dilakukan sejak tahun 2002 di IPB University. Profesor Rokhani menyebutkan bahwa VHT telah berhasil mematikan atau mencapai tingkat mortalitas 100 persen terhadap larva lalat buah Bactrocera papayae dalam uji in-vitro pada suhu 46 derajat Celcius selama 10 menit.
Selain itu, VHT juga terbukti berhasil dalam menjaga kualitas buah, seperti tidak memengaruhi penyusutan bobot, total padatan terlarut, kekerasan, dan tidak menimbulkan kerusakan fisiologis pada buah.
Baca Juga : Serbuan Triliunan Tonggeret, Kejadian Langka Setiap 200 Tahunan yang Mengguncang Amerika
“Karena sifat komoditas hortikultura yang mudah rusak, diperlukan perlakuan lanjutan seperti pendinginan, pelilinan, penggunaan ethylene absorber atau ethylene inhibitor untuk menunda kematangan buah, serta penerapan teknologi MAP (Modified Atmosphere Packaging) atau CAS (Controlled Atmosphere Storage),” jelasnya.
Kontribusi Teknologi VHT dalam Membantu Pedagang dan Eksportir Tanaman Kebun
Profesor Rokhani menyatakan bahwa teknologi VHT dapat diterapkan di tingkat pedagang dan eksportir. Sebelumnya, penerapan teknologi VHT telah dilakukan di Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) Jatisari sejak tahun 2018 melalui unit VHT skala laboratorium.
Menurut beliau, untuk meningkatkan penetrasi pasar global hortikultura oleh Indonesia, diperlukan kemitraan strategis antara pelaku agribisnis yang melibatkan petani, pedagang pengumpul, eksportir, dan penyedia fasilitas penanganan pascapanen. Kemitraan ini harus didukung oleh penguatan sistem transportasi, infrastruktur, dan kelancaran proses ekspor.
“Dengan adanya kemitraan ini, daya saing hortikultura Indonesia dapat meningkat, terutama dalam upaya memasuki pasar global,” pungkasnya.
Baca Juga : Beras Menjadi Penyumbang Terbesar Inflasi September 2023
Teknologi VHT sebagai Solusi untuk Masalah Karantina dalam Ekspor Hortikultura
Teknologi VHT memiliki peran penting dalam mengatasi masalah karantina yang sering kali menjadi hambatan dalam ekspor hortikultura Indonesia. Masalah utama yang dihadapi adalah serangan hama lalat buah, yang dapat merusak kualitas dan ketahanan buah dalam proses ekspor.