Rumah Tani – Musim basah sering kali dianggap sebagai masa penuh berkah bagi para petani di wilayah tropis. Air yang melimpah dari langit menjadi anugerah bagi sawah-sawah yang haus setelah musim kemarau panjang. Namun, di balik kesuburan dan hijau yang menenangkan, musim basah juga menyimpan tantangan besar yang kerap kali menjadi mimpi buruk bagi para petani padi. Dalam periode ini, berbagai faktor alam saling berinteraksi dan menciptakan kondisi yang sangat kompleks — bahkan bisa dikatakan sebagai “badai sempurna” — bagi munculnya berbagai masalah agronomi.
Di musim basah, tiga elemen utama berperan secara sinergis dan menentukan nasib pertanian padi: iklim (lingkungan), tanaman (fisiologi inang), dan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Ketiganya tidak bekerja secara terpisah, melainkan saling mempengaruhi dan memperkuat satu sama lain. Misalnya, kondisi kelembaban tinggi dan curah hujan ekstrem yang menjadi ciri khas musim basah bukan hanya menguntungkan pertumbuhan tanaman padi, tetapi juga membuka peluang besar bagi berkembangnya hama dan penyakit seperti Wereng Batang Coklat (WBC) dan penyakit Blas.
Untuk memahami bagaimana sinergi tiga faktor ini bekerja, kita perlu menggali lebih dalam tentang bagaimana lingkungan di musim basah memicu ledakan populasi hama dan penyakit, serta bagaimana kesalahan dalam manajemen pertanian justru dapat memperburuk keadaan. Dengan pemahaman yang baik, petani dapat mengambil langkah strategis agar musim basah tidak lagi menjadi ancaman, melainkan tetap menjadi musim yang penuh harapan dan hasil melimpah.
Faktor Iklim
Dalam musim basah, kondisi iklim menjadi kunci utama yang memicu berbagai peristiwa agronomis penting di ekosistem padi. Iklim tropis yang lembab dan panas pada dasarnya merupakan lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan padi. Namun, saat kelembaban udara meningkat drastis dan curah hujan berlangsung terus-menerus, keseimbangan alami terganggu. Kelebihan air yang seharusnya menjadi berkah, bisa berubah menjadi ancaman serius.
Salah satu ciri utama musim basah adalah kelembaban relatif (RH) yang tinggi dan stabil, biasanya di atas 90%. Kondisi seperti ini sangat disukai oleh jamur Pyricularia oryzae, penyebab penyakit blas pada padi. Pada kelembaban di bawah 90%, proses pembentukan spora (sporulasi) jamur akan menurun drastis. Tetapi di musim basah, udara jenuh dengan uap air membuat spora berkembang pesat dan siap menginfeksi tanaman kapan saja. Di sisi lain, kondisi lembab yang sama juga mempercepat siklus hidup Wereng Batang Coklat, karena serangga ini berkembang biak lebih cepat di udara yang hangat dan lembab. Akibatnya, dalam waktu singkat populasi hama dapat meningkat berkali lipat, memicu serangan besar-besaran di sawah.
Baca Juga : Bagaimana perubahan iklim menyebabkan peningkatan populasi kutu daun?
Selain kelembaban, curah hujan dan durasi basah daun (Leaf Wetness Duration / LWD) juga menjadi faktor kritis di musim basah. Spora jamur penyebab blas memerlukan lapisan air di permukaan daun untuk bisa berkecambah dan menginfeksi jaringan tanaman. Penelitian menunjukkan bahwa semakin lama daun basah — terutama lebih dari 10 jam — maka tingkat infeksi meningkat secara drastis. Di musim basah, kondisi ini hampir terjadi setiap malam, menjadikan infeksi penyakit blas sulit dihindari. Air hujan bahkan berperan aktif sebagai “kendaraan” bagi penyebaran spora dari satu daun ke daun lain, terutama ketika percikan air membawa spora ke bagian leher malai yang baru tumbuh.
Tak hanya itu, suhu lingkungan di musim basah, yang biasanya berkisar antara 26–28°C, merupakan suhu ideal baik bagi perkembangan jamur blas maupun reproduksi Wereng Batang Coklat. Ketika suhu, kelembaban, dan curah hujan berada di titik optimal secara bersamaan, maka terbentuklah kondisi yang sangat mendukung ledakan kedua OPT tersebut. Ditambah lagi, genangan air di lahan akibat drainase yang buruk di musim basah semakin memperburuk situasi, menciptakan lingkungan ideal bagi WBC yang menyukai kondisi sawah tergenang.
Faktor Tanaman
Selain faktor lingkungan, kondisi fisiologis tanaman padi juga sangat menentukan ketahanannya terhadap gangguan selama musim basah. Padi yang sehat sebenarnya memiliki kemampuan bertahan terhadap tekanan eksternal, tetapi di musim basah, banyak proses fisiologis alami yang terganggu. Salah satu penyebab utamanya adalah kelebihan air yang menyebabkan akar kekurangan oksigen (hipoksia), sehingga kemampuan tanaman untuk menyerap nutrisi dan membentuk jaringan kuat menjadi menurun.
Pada saat yang sama, kelembaban tinggi di musim basah membuat jaringan daun dan batang menjadi lebih lunak dan berair. Kondisi ini menciptakan “pintu masuk” yang sempurna bagi jamur Pyricularia oryzae untuk menembus permukaan daun dan menyebabkan luka nekrotik khas penyakit blas. Selain itu, jaringan tanaman yang lunak juga menjadi sumber makanan yang lezat bagi Wereng Batang Coklat yang mengisap cairan floem. Dengan kata lain, di musim basah, tanaman padi bukan hanya lebih lemah secara fisiologis, tetapi juga menjadi lebih menarik bagi hama dan patogen.
Lebih parah lagi, kesalahan dalam manajemen pemupukan di musim basah sering kali memperburuk situasi. Banyak petani, dengan niat mempercepat pertumbuhan, memberikan pupuk nitrogen (urea) secara berlebihan. Padahal, nitrogen yang berlebih membuat tanaman tumbuh terlalu rimbun dengan daun yang lebat dan batang yang lunak. Akibatnya, mikroklimat di sekitar tanaman berubah: udara sulit bersirkulasi, kelembaban meningkat, dan daun bagian bawah menjadi basah lebih lama. Semua kondisi ini sangat disukai oleh jamur blas dan Wereng Batang Coklat, terutama di musim basah ketika kelembaban alami sudah tinggi.
Baca Juga : Kutu Kebul (Bemisia tabaci), Si Kecil Putih yang Jadi Musuh Besar Tanaman Hortikultura
2 comments
[…] Musim Basah Datang, Mengapa Padi Rentan Diserang… […]
[…] Musim Basah Datang, Mengapa Padi Rentan Diserang… […]