Berita

Pertanian Jadi Tulang Punggung Ekonomi Nasional, Tapi Nasib Pekerjanya Masih Memprihatinkan

Pertanian Jadi Tulang Punggung Ekonomi Nasional, Tapi Nasib Pekerjanya Masih Memprihatinkan

Rumah Tani – Pertanian selama ini dikenal sebagai salah satu sektor paling vital dalam roda perekonomian Indonesia. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pertanian adalah denyut nadi kehidupan bangsa ini. Berdasarkan data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) pada triwulan III-2025, sektor pertanian menyumbang 14,35% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, menjadikannya kontributor terbesar kedua setelah industri pengolahan. Angka ini membuktikan bahwa pertanian bukan sekadar kegiatan menanam dan memanen, tapi juga penopang utama ekonomi nasional yang membantu menggerakkan sektor-sektor lain.

Lebih dari itu, pertanian juga menjadi penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2025 menunjukkan bahwa 28,15% dari total tenaga kerja nasional bekerja di bidang pertanian. Artinya, hampir sepertiga masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya di sektor ini. Selama periode Agustus 2024 hingga Agustus 2025, jumlah tenaga kerja di pertanian bahkan tumbuh hingga 0,49 juta orang — pertumbuhan tertinggi dibanding sektor lainnya. Fakta ini membuktikan bahwa pertanian masih menjadi “jaring pengaman” ekonomi bagi masyarakat, terutama di pedesaan.

Namun di balik sumbangsih besar tersebut, kondisi para pekerja pertanian justru masih jauh dari kata sejahtera. Meskipun pertanian mampu menumbuhkan ekonomi dan menyerap banyak tenaga kerja, kesejahteraan para petani dan buruh tani masih tertinggal jauh dibanding pekerja di sektor lain. Hal inilah yang kemudian menjadi tantangan besar bagi pemerintah dan pelaku industri untuk menata ulang masa depan pertanian Indonesia agar lebih adil dan berkelanjutan.

Kesejahteraan Pekerja Pertanian Masih Rendah

Jika kita bicara soal kesejahteraan, sektor pertanian berada di posisi yang mengkhawatirkan. Berdasarkan data BPS, rata-rata upah pekerja tani di Indonesia hanya sekitar Rp2,54 juta per bulan. Angka ini terpaut jauh dari rata-rata upah nasional yang mencapai Rp3,33 juta per bulan. Dengan kata lain, pekerja pertanian menerima pendapatan yang lebih rendah sekitar 23% dibanding pekerja di sektor lain. Rendahnya upah ini menjadikan pekerjaan di sektor pertanian kurang menarik, terutama bagi generasi muda yang cenderung mencari pekerjaan dengan penghasilan lebih tinggi.

Selain rendahnya upah, permasalahan lain yang membayangi pertanian adalah dominasi pekerjaan informal. Sekitar 87,31% tenaga kerja di sektor pertanian tercatat bekerja secara informal pada tahun 2024. Artinya, sebagian besar pekerja tidak memiliki jaminan sosial, perlindungan hukum, ataupun kepastian upah minimum. Kondisi ini membuat mereka sangat rentan terhadap ketidakpastian ekonomi dan risiko sosial, seperti kecelakaan kerja atau gagal panen.

Hal serupa juga terjadi di negara lain seperti Amerika Serikat, di mana usaha tani kecil dengan intensitas kerja kurang dari 500 hari per tahun tidak diwajibkan membayar upah minimum. Bahkan, beberapa kategori pekerja tani — seperti anggota keluarga, buruh panen borongan, dan anak di bawah umur — juga tidak terlindungi oleh regulasi upah minimum. Fenomena ini menunjukkan bahwa kerentanan di sektor pertanian bersifat global, bukan hanya terjadi di Indonesia.

Teori “Dual Labor Market” dan Realitas Pertanian di Indonesia

Kondisi ketimpangan dalam dunia kerja pertanian dapat dijelaskan melalui teori dual labor market atau pasar tenaga kerja ganda. Teori ini membagi pasar tenaga kerja menjadi dua kategori: pasar primer dan pasar sekunder. Pasar primer diisi oleh pekerjaan dengan upah tinggi, stabilitas kerja, dan perlindungan hukum yang kuat. Sementara itu, pasar sekunder diisi oleh pekerjaan dengan upah rendah, tidak stabil, dan minim perlindungan — seperti halnya banyak pekerjaan di sektor pertanian.

Baca Juga : Serentak Tanam 200 Ribu Mangrove, Cilacap Jadi Garda Depan Selamatkan Pesisir Jawa Tengah

Related posts

Sensus Pertanian 2023 Resmi Dimulai Sejak 1 Juni Lalu

Rumah Tani

Pestisida Nabati Ajeran (Bidens pilosa L.), Solusi Baru dalam Mengendalikan Hama

Rumah Tani

Peran Analitik Big Data dalam Pengambilan Keputusan Pertanian

Editor

Leave a Comment