Image by Steve Buissinne from Pixabay
Rumah Tani – Bawang putih (Allium sativum L.; Keluarga: Amaryllidaceae) telah melintasi zaman sebagai rempah herba aromatik yang tidak hanya menyedapkan masakan, tetapi juga telah diakui sebagai salah satu tumbuhan tertua yang memiliki manfaat kesehatan autentik. Dalam konteks ini, bawang putih, bersama dengan saudaranya bawang bombay (Allium cepa L.), telah menjadi bagian integral dari obat tradisional sejak zaman kuno. Masyarakat telah mengandalkan keduanya sebagai obat untuk berbagai penyakit umum seperti pilek, influenza, gigitan ular, dan hipertensi.
Bukan hanya sebagai penambah rasa dan aroma, bawang putih juga diakui dalam dunia medis sebagai agen yang dapat mengurangi risiko diabetes dan penyakit kardiovaskular. Penelitian epidemiologi dari klinis manusia menunjukkan bahwa spesies Allium, bersama dengan komponen aktifnya, memiliki kemampuan untuk melindungi tubuh dari infeksi dengan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh. Lebih dari itu, bawang putih juga diketahui memiliki sifat antimikroba, antijamur, anti-penuaan, dan bahkan anti-kanker.
Baca Juga : Bawang Putih (Allium sativum L.)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sasaki et al. pada tahun 2007, bawang putih segar mengandung air sebanyak 60.3%. Selain itu, komposisi lainnya mencakup karbohidrat sebesar 28.7%, protein sebesar 8.4%, lemak hanya sekitar 0.1%, dan energi bruto sebanyak 138 kkal per 100 gram. Namun, data yang berbeda ditemukan oleh United States Department of Agriculture (USDA) pada tahun 2010, yang mencatat bahwa bawang putih mengandung air sebanyak 58.58%, protein 6.36%, total lemak 0.5%, karbohidrat 33.96%, serat 2.1%, dan energi bruto sebanyak 1490 kkal per 100 gram.
Selain itu, menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Santhosa et al. pada tahun 2013, bawang putih segar juga mengandung fruktan sebesar 28%, senyawa organosulfur sebanyak 2.3%, protein Allinase sebanyak 2%, asam amino bebas (seperti arginine) sebesar 1.2%, dan serat sebanyak 1.5%. Fruktan, sejenis karbohidrat kompleks, memberikan kontribusi pada kandungan karbohidrat bawang putih.
Salah satu senyawa utama yang memberikan bau dan rasa khas bawang putih adalah allicin [S-(2-propenyl)-2-propene-1-sulfinothioate]. Allicin, yang mengandung sulfur paling aktif secara biologis, berasal dari prekursor utamanya, alliin (S-allyl-L-cysteine sulfoxide). Alliin, yang menyumbang sekitar 70% dari total tiosulfinat dalam bawang putih yang dihancurkan, menjadi allicin setelah dipotong dan dipecah oleh enzim allinase. Namun, allicin memiliki sifat yang cukup unik; larut dalam lemak, mudah rusak saat dimasak, dan dapat memicu intoleransi, reaksi alergi, serta gangguan pencernaan.
Baca Juga : Kandungan Gizi Bawang Merah dalam Sejumput Umbi
Kandungan kimia bawang putih menjadi fokus utama dalam pemahaman lebih mendalam tentang potensi kesehatannya. Umbi A. sativum diketahui mengandung ratusan fitokimia, termasuk senyawa sulfur seperti ajoenes (E-ajoene, Z-ajoene), tiosulfinat (allicin), vinyldithiins (2-vinyl-(4H)-1,3-dithiin, 3-vinyl-(4H)-1,2-dithiin), dan sulfida (diallyl disulfide (DADS), diallyl trisulfide (DATS)). Senyawa-senyawa ini menyumbang sekitar 82% dari total kandungan sulfur dalam bawang putih. Alliin sendiri, setelah diubah menjadi allicin, berperan dalam menciptakan aroma khas bawang putih yang dikenali oleh banyak orang.
Bukan hanya itu, bawang putih juga mengandung sejumlah senyawa organosulfur seperti N-acetylcysteine (NAC), S-allyl-cysteine (SAC), dan S-ally-mercapto cysteine (SAMC), yang berasal dari alliin. SAC, dengan kapasitas antioksidan, anti-inflamasi, dan pro energik, serta SAMC, yang menunjukkan aktivitas antikanker, memberikan dimensi baru pada pemahaman tentang manfaat kesehatan bawang putih.