Baca Juga : Musim Basah Datang, Mengapa Padi Rentan Diserang Hama dan Penyakit?
Beberapa strain Rice Grassy Stunt Virus (RGSV), seperti RGSV-2, bahkan lebih ganas karena dapat menyebabkan daun berubah oranye dan tanaman mati sebelum masa panen. Oleh karena itu, mengenali gejala sejak dini sangat penting agar petani bisa segera melakukan tindakan eradikasi sebelum penyakit menyebar lebih luas di sawah.
Epidemiologi dan Dampak Rice Grassy Stunt Virus (RGSV)
Penyakit Rice Grassy Stunt Virus (RGSV) biasanya bertahan dari satu musim ke musim berikutnya melalui sisa-sisa tanaman atau tunggul (singgang) yang masih hidup di sawah. Sisa tanaman yang tumbuh kembali menjadi ratun menjadi tempat persembunyian ideal bagi wereng batang coklat untuk bertahan dan membawa virus hingga musim tanam berikutnya.
Ketika populasi wereng meningkat, penyebaran Rice Grassy Stunt Virus (RGSV) dapat terjadi dengan sangat cepat. Wereng bersayap panjang mampu terbang jauh dan memindahkan virus dari satu petak sawah ke petak lain, bahkan antar daerah. Kondisi ini semakin parah jika petani di satu kawasan tidak melakukan tanam serentak atau tidak membersihkan lahan setelah panen.
Secara ekonomi, dampak Rice Grassy Stunt Virus (RGSV) sangat besar. Dalam kasus serangan berat, tanaman bisa gagal panen total (puso), menyebabkan kerugian finansial yang tidak sedikit. Petani kehilangan sumber pendapatan, sementara pasokan beras nasional pun dapat terganggu. Karena itu, penyakit ini dianggap sebagai salah satu ancaman utama terhadap ketahanan pangan di banyak negara penghasil padi.
Strategi Pencegahan dan Pengendalian Rice Grassy Stunt Virus (RGSV)
Sayangnya, hingga saat ini tidak ada obat yang bisa menyembuhkan tanaman yang sudah terinfeksi Rice Grassy Stunt Virus (RGSV). Karena itu, langkah terbaik adalah melakukan pencegahan dan pengendalian vektor wereng batang coklat. Pendekatan yang paling efektif adalah dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang menggabungkan berbagai strategi secara berkesinambungan.
Pertama, pengendalian vektor. Gunakan insektisida secara bijak dan hanya ketika populasi wereng telah melewati ambang batas ekonomi. Bahan aktif seperti Pymetrozine atau Dinotefuran bisa efektif, tetapi penggunaannya harus hati-hati agar tidak membunuh musuh alami wereng seperti laba-laba dan kepik predator. Pendekatan biologis seperti pelestarian musuh alami jauh lebih ramah lingkungan dalam jangka panjang untuk menekan penyebaran Rice Grassy Stunt Virus (RGSV).
Kedua, sanitasi lahan. Semua tanaman yang menunjukkan gejala khas Rice Grassy Stunt Virus (RGSV) harus segera dicabut dan dimusnahkan agar tidak menjadi sumber penularan. Setelah panen, bersihkan tunggul dan jerami, jangan biarkan tumbuh menjadi ratun. Langkah sederhana ini bisa memutus rantai penyebaran virus secara signifikan.
Baca Juga : Bagaimana perubahan iklim menyebabkan peningkatan populasi kutu daun?
Ketiga, pengelolaan budidaya. Pilih varietas padi yang memiliki ketahanan terhadap wereng batang coklat atau yang dilaporkan tahan terhadap Rice Grassy Stunt Virus (RGSV) seperti Rojolele atau Menthik Wangi. Lakukan tanam serentak dalam satu hamparan luas agar tidak ada tanaman yang tertinggal yang bisa menjadi tempat hidup wereng. Rotasi tanaman dengan palawija juga sangat efektif untuk memutus siklus hidup virus dan vektornya.
Rice Grassy Stunt Virus (RGSV) bukan sekadar penyakit biasa, tetapi ancaman serius bagi ketahanan pangan dunia. Dengan memahami karakteristik virus, cara penularan melalui wereng batang coklat, serta gejala dan strategi pengendaliannya, petani bisa lebih siap menghadapi risiko serangan di lapangan. Pencegahan yang dilakukan secara kolektif, terencana, dan berkelanjutan merupakan kunci utama dalam menekan penyebaran Rice Grassy Stunt Virus (RGSV).
Baca Informasi Lengkap Lainnya Seputar Dunia Pertanian Hanya di Buletin Pertanian Agrinow!
