Dalam konteks pertanian Indonesia, teori ini sangat relevan. Rendahnya tingkat upah di sektor pertanian menjadi pemicu utama terjadinya pergeseran tenaga kerja ke sektor lain yang dianggap lebih menjanjikan, seperti industri dan jasa. Data BPS mencatat bahwa dalam lima tahun terakhir, proporsi tenaga kerja di pertanian terus menurun, kecuali pada 2021 yang sempat naik tipis sebesar 0,28% akibat pandemi.
Fenomena ini menandakan bahwa pertanian sedang kehilangan daya tariknya, terutama di kalangan muda. Banyak generasi muda yang melihat pekerjaan tani sebagai pekerjaan “keras”, berisiko tinggi, dan kurang bergengsi. Alhasil, mereka memilih migrasi ke kota untuk bekerja di pabrik, perkantoran, atau sektor jasa. Jika tren ini terus berlanjut, maka pertanian Indonesia bisa menghadapi krisis tenaga kerja di masa depan.
Dampak Migrasi Pekerja dan Ancaman terhadap Ketahanan Pangan
Migrasi besar-besaran pekerja dari sektor pertanian ke sektor lain tentu tidak tanpa konsekuensi. Dalam jangka pendek, kekurangan tenaga kerja bisa menyebabkan penurunan produktivitas, terutama di subsektor padat karya seperti tanaman pangan dan hortikultura. Produksi yang menurun bisa berujung pada kenaikan harga komoditas pangan, yang pada akhirnya akan memukul daya beli masyarakat.
Selain itu, ketika banyak pekerja muda meninggalkan pertanian, subsektor ini semakin didominasi oleh tenaga kerja berusia lanjut yang cenderung kurang produktif. Ketimpangan usia tenaga kerja ini membuat pertanian semakin sulit beradaptasi dengan inovasi dan teknologi baru. Dalam jangka panjang, penurunan produktivitas pertanian dapat mengancam ketahanan pangan nasional dan meningkatkan ketergantungan terhadap impor.
Lebih jauh lagi, migrasi tenaga kerja pertanian yang tidak diimbangi dengan kapasitas industri atau jasa untuk menampung tenaga kerja baru justru bisa menciptakan masalah sosial baru: pengangguran dan kemiskinan. Jika tidak ada strategi yang matang untuk memperkuat sektor pertanian dan meningkatkan kesejahteraan pekerjanya, Indonesia berisiko kehilangan salah satu penopang utama perekonomiannya.
Baca Juga : Universitas Diponegoro Perkuat Komitmen Dukung Pendidikan Melalui Beragam Program Beasiswa
Untuk mencegah semakin parahnya migrasi tenaga kerja dan menurunkan risiko penurunan produktivitas, sektor pertanian perlu segera dibenahi dari sisi kesejahteraan pekerja. Upah yang layak adalah langkah pertama yang perlu dipertimbangkan. Pemerintah bersama pelaku usaha harus mampu merancang sistem remunerasi yang adil dan berkelanjutan agar para petani dan buruh tani mendapatkan penghasilan yang sepadan dengan kerja keras mereka.
Selain peningkatan upah, kebijakan perlindungan sosial juga harus diperluas untuk mencakup pekerja pertanian informal. Program seperti asuransi tani, jaminan kecelakaan kerja, dan subsidi alat pertanian modern perlu dioptimalkan agar sektor ini tidak hanya produktif, tapi juga manusiawi. Dengan begitu, pertanian bisa menjadi sektor yang menarik bagi generasi muda, bukan sekadar pilihan terakhir ketika peluang kerja lain tertutup.
Jika pemerintah dan masyarakat mampu bekerja sama memperkuat sektor pertanian, maka bukan mustahil Indonesia bisa kembali menjadi negara agraris yang mandiri dan sejahtera. Sebab, sebagaimana kata pepatah lama, “Selama masih ada tanah yang bisa ditanami, pertanian akan selalu jadi masa depan bangsa.”
Baca Informasi Lengkap Lainnya Seputar Dunia Pertanian Hanya di Buletin Pertanian Agrinow!