Rumah Tani – Jati Batoro, seorang peneliti etnobiologi yang lahir di Pasuruan, Jawa Timur, pada tahun 1965, telah menjadi figur sentral dalam pengembangan ilmu etnobiologi di Indonesia. Dengan latar belakang pendidikan yang solid, termasuk gelar S3 Etnobiologi dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 2007, Jati Batoro telah mengukir jejaknya dalam berbagai aspek etnobiologi yang mencakup pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat lokal, konservasi tradisional, dan pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan.
Salah satu kontribusi signifikan Jati Batoro adalah penelitiannya mengenai pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat Suku Tengger di Gunung Bromo. Melalui penelitian ini, Batoro menggali lebih dalam tentang keterampilan tradisional masyarakat Tengger dalam menggunakan tumbuhan untuk berbagai keperluan, seperti pangan, obat-obatan, bahan bangunan, dan bahkan dalam upacara keagamaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat ini memiliki pengetahuan luas yang terkait dengan ekosistem setempat dan cara berkelanjutan untuk memanfaatkan sumber daya alam.
Baca Juga : RUMAH TANI, Menginspirasi Pertanian yang Berkelanjutan dan Inovatif
Menariknya, penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa Suku Tengger memiliki tradisi konservasi tradisional yang erat. Mereka tidak hanya menggunakan tumbuhan dengan bijak, tetapi juga menjaga keberlanjutan hutan dan sumber daya alam lainnya. Keyakinan masyarakat ini, bahwa alam merupakan bagian integral dari kehidupan mereka, menjadi dasar bagi praktik-praktik konservasi yang telah diturunkan secara turun-temurun.
Namun, temuan Jati Batoro tidak hanya terbatas pada Gunung Bromo. Di Desa Ngijo, Malang, Batoro mengeksplorasi aspek konservasi tradisional sumber air. Penelitiannya mengungkapkan bahwa masyarakat Ngijo memiliki warisan tradisi konservasi yang turun-temurun, terbukti efektif dalam menjaga keberlanjutan sumber air. Aturan adat yang mengatur pengelolaan sumber air, seperti larangan menebang pohon di sekitar sumber air dan larangan membuang sampah ke dalamnya, memberikan hasil positif. Meskipun berada di musim kemarau, sumber air di Desa Ngijo tetap jernih dan berlimpah.
Baca Juga : 14 Jenis Anggrek Yang Paling Populer Di Dunia
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa konservasi tradisional bukan hanya sekadar prinsip kosong, tetapi dapat diimplementasikan secara efektif dalam praktek sehari-hari masyarakat. Jati Batoro memberikan kontribusi penting dengan menggali dan mendokumentasikan praktik-praktik konservasi ini, membawa pemahaman yang lebih mendalam tentang hubungan harmonis antara manusia dan alam.
Pencapaian lain yang patut diperhatikan dari Jati Batoro adalah penelitiannya mengenai pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan. Dalam usahanya mengembangkan model pembangunan ekonomi hijau melalui kearifan lokal, Batoro menggabungkan pengetahuan dan teknologi modern dengan nilai-nilai lokal. Model ini, yang telah diimplementasikan di beberapa desa di Jawa Timur seperti Desa Ngijo dan Desa Wonorejo, membawa dampak positif.
1 comment
[…] Baca Juga : Jati Batoro, Etnobiologi Inspiratif di Indonesia […]