Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) adalah salah satu virus paling mudah menular di dunia peternakan. Penyebarannya bisa terjadi melalui udara, air, benda-benda yang terkontaminasi, bahkan manusia yang tanpa sengaja menjadi pembawa virus. Hewan yang terinfeksi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) akan mengeluarkan virus melalui air liur, susu, urin, feses, dan cairan dari lepuh yang pecah. Partikel virus ini bisa bertahan lama di udara atau menempel di pakaian, sepatu, dan peralatan kandang, lalu berpindah ke lokasi lain yang masih bersih.
Penularan udara (aerosol transmission) juga menjadi salah satu jalur paling berbahaya. Virus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) bisa terbawa angin sejauh 60 km di daratan dan hingga 300 km di atas laut. Artinya, peternakan yang tidak memiliki kontak langsung dengan hewan terinfeksi pun tetap bisa tertular hanya karena berada di jalur penyebaran udara. Hal inilah yang menjelaskan mengapa wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) sering kali meluas begitu cepat dari satu wilayah ke wilayah lain dalam waktu singkat.
Di sisi lain, air hujan yang membawa kotoran atau cairan dari hewan terinfeksi dapat mencemari sumber air di sekitar peternakan. Saat hewan lain meminum air tersebut, mereka bisa terinfeksi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Oleh sebab itu, kebersihan lingkungan kandang dan pengelolaan limbah ternak menjadi aspek yang tidak kalah penting dalam pencegahan wabah.
Dampak Ekonomi dan Sosial dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
Kerugian akibat Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) tidak hanya dirasakan oleh peternak, tetapi juga berdampak besar pada ekonomi nasional. Hewan yang sakit mengalami penurunan berat badan drastis, produksi susu berkurang, dan kualitas daging menurun. Bagi peternak kecil, hal ini bisa berarti kehilangan sumber pendapatan utama. Di sisi lain, negara yang terdeteksi tertular Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) akan dikenakan embargo ekspor oleh negara lain, menyebabkan kerugian perdagangan yang sangat besar.
Selain dampak ekonomi langsung, biaya pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) juga sangat tinggi. Pemerintah harus mengeluarkan anggaran besar untuk vaksinasi massal, desinfeksi area terdampak, serta program karantina dan pemusnahan ternak yang positif. Tidak jarang, wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) menyebabkan kehancuran psikologis bagi peternak yang terpaksa memusnahkan ternaknya sendiri demi mencegah penularan lebih luas.
Krisis akibat Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) juga menimbulkan efek sosial yang cukup besar. Menurunnya ketersediaan daging dan susu di pasar menyebabkan kenaikan harga pangan, memicu keresahan masyarakat, dan memperburuk kesejahteraan petani serta peternak di pedesaan. Karena itu, pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) bukan hanya urusan kesehatan hewan, melainkan juga bagian penting dari ketahanan pangan nasional.
Baca Juga : Peternakan, Penopang Utama dalam Ketahanan Pangan Indonesia
Strategi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
Langkah paling efektif dalam menghadapi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) adalah pencegahan. Biosekuriti menjadi kunci utama dalam melindungi peternakan dari virus ini. Peternak perlu menerapkan karantina ketat untuk membatasi keluar-masuknya hewan, orang, dan kendaraan dari area kandang. Selain itu, desinfeksi rutin menggunakan bahan seperti formalin, soda api, atau asam sitrat penting dilakukan untuk mencegah penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) melalui peralatan atau lantai kandang.
Vaksinasi juga menjadi strategi krusial dalam mencegah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Program vaksinasi massal harus menggunakan serotipe virus yang sesuai dengan yang sedang beredar di lapangan agar kekebalan populasi bisa terbentuk secara optimal. Dengan tingkat partisipasi vaksinasi yang tinggi, rantai penularan dapat diputus sebelum wabah menyebar lebih luas.
Jika hewan sudah terinfeksi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), langkah pengobatan yang bisa dilakukan hanyalah suportif, karena tidak ada obat antivirus khusus yang dapat membunuh virusnya. Tujuannya adalah membantu hewan bertahan hidup hingga sistem imun tubuhnya mampu mengatasi infeksi. Isolasi ternak sakit, pemberian pakan lembut, antiseptik untuk luka di mulut dan kaki, serta pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder merupakan bagian dari prosedur penanganan yang direkomendasikan.
Baca Informasi Lengkap Lainnya Seputar Dunia Pertanian Hanya di Buletin Pertanian Agrinow!