Lahan Gambut
Salah satu tipe Rawa Pasang Surut yang paling luas adalah lahan gambut, yang mencakup sekitar 55% dari total area Rawa Pasang Surut. Rawa Pasang Surut tipe gambut memiliki lapisan tanah berupa akumulasi bahan organik yang terdekomposisi sebagian karena kondisi lingkungan yang selalu basah dan minim oksigen. Lapisan gambut di Rawa Pasang Surut ini sangat beragam, bisa memiliki ketebalan mulai dari beberapa puluh sentimeter hingga beberapa meter, tergantung lokasi dan umur ekosistemnya.
Keberadaan Rawa Pasang Surut bertipe gambut sangat penting dalam ekosistem global karena kemampuannya menyimpan karbon dalam jumlah besar. Bahkan, Rawa Pasang Surut gambut menjadi salah satu penyerap karbon alami terbesar di dunia yang berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim. Selain itu, lahan gambut pada Rawa Pasang Surut juga mendukung keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Berbagai spesies endemik tumbuh dan hidup di dalam Rawa Pasang Surut ini, seperti ikan gabus rawa, burung bangau, hingga tanaman purun dan pandan rawa yang bernilai ekonomis.
Namun, Rawa Pasang Surut bertipe gambut juga rentan terhadap kerusakan. Kegiatan pembukaan lahan yang tidak ramah lingkungan, pembakaran gambut, serta drainase berlebihan dapat menyebabkan gambut mengering dan mudah terbakar, yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah besar. Oleh sebab itu, pengelolaan Rawa Pasang Surut gambut harus dilakukan secara berkelanjutan dengan pendekatan restorasi, rewetting (pembasahan kembali), dan konservasi agar fungsinya sebagai penyangga ekosistem tetap terjaga untuk generasi mendatang.
Lahan Salin
Tipe terakhir dari Rawa Pasang Surut yang tidak boleh diabaikan adalah lahan salin. Meskipun hanya mencakup sekitar 2% dari total luas Rawa Pasang Surut, lahan salin memiliki peran penting terutama dalam konteks wilayah pesisir. Rawa Pasang Surut ini terbentuk akibat intrusi atau masuknya air laut ke dalam daratan, terutama saat musim kemarau atau ketika ketinggian air laut meningkat akibat pasang besar. Akibatnya, kadar garam di dalam tanah dan air Rawa Pasang Surut ini menjadi tinggi, yang berdampak pada terbatasnya jenis tanaman dan hewan yang bisa hidup di sana.
Kondisi Rawa Pasang Surut pada lahan salin cukup menantang bagi pertanian konvensional karena tanaman umumnya tidak tahan terhadap salinitas tinggi. Namun, Rawa Pasang Surut tipe ini tetap dapat dimanfaatkan untuk kegiatan seperti budidaya tambak udang, bandeng, atau tanaman mangrove yang memiliki toleransi garam tinggi. Bahkan, pengelolaan Rawa Pasang Surut salin dengan pendekatan ekowisata atau konservasi mangrove bisa memberikan manfaat ekonomi sekaligus menjaga keseimbangan ekosistem pesisir.
Untuk memastikan Rawa Pasang Surut tipe lahan salin tetap bermanfaat, diperlukan pengelolaan integratif seperti pembangunan tanggul pengendali intrusi, penanaman mangrove, serta sistem tambak ramah lingkungan (silvofishery). Dengan cara ini, Rawa Pasang Surut salin dapat dimanfaatkan secara bijak tanpa merusak ekosistem pesisir yang rentan.
Baca Juga : Mengenal Rawa Pasang Surut
Memahami berbagai tipologi Rawa Pasang Surut mulai dari lahan potensial, sulfat masam, gambut, hingga salin sangat penting agar potensi dan tantangan ekosistem ini bisa diidentifikasi dengan baik. Setiap tipe Rawa Pasang Surut memiliki karakteristik unik yang memerlukan pendekatan pengelolaan yang berbeda-beda agar manfaat ekologis dan ekonominya bisa dimaksimalkan.
Rawa Pasang Surut tidak hanya menjadi habitat beragam flora dan fauna, tetapi juga menjadi penyangga kehidupan masyarakat yang menggantungkan mata pencahariannya di wilayah lahan basah.
Dengan pengelolaan yang holistik, kolaboratif, dan berkelanjutan, Rawa Pasang Surut dapat terus menjadi sumber kehidupan yang lestari. Penting bagi kita semua, baik pemerintah, akademisi, masyarakat, hingga sektor swasta, untuk bersama-sama menjaga dan memanfaatkan Rawa Pasang Surut secara bijaksana demi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan generasi mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Komunitas Rumah Tani